Kuningan Umat Hindu Dusun Kalibago
Kode File : 004/ Agm/ Reni , Rini dan Sodiqin
Hari/ Tanggal : Sabtu/ 16 Juli 2011
Topik : Wawancara seputar Kuningan (umat Hindu)
Informan : Pak Suyahman (Parisade sekaligus Kasun Kalibago)
Lokasi Wawancara : Pura Argha Tirtha
Pada tanggal 16 Juli 2011 ba’da magrib sekitar pukul 18.30 kawan-kawan KKN mendapatkan sebuah kehormatan besar untuk menghadiri sebuah acara yang di adakan oleh umat Hindu yang diselengggarakan sekitar 210 hari sekali. Momen ini juga penting untuk penelitian kawan-kawan KKN STAIN Kediri mengapa di daerah Kalibago begitu damai meski dihuni tiga keyakinan yang berbeda namun kedamaian ketika memasuki dusun ini begitu terasa. Malam itu kami (Kholed, Rini, Arifin, Reni, Sodiqin) berangkat sekitar pukul 18.30 setelah sholat berjama’ah dan makan malam selesai. Jalan yang kami lalui berupa makadam yang menanjak semakain ke atas sebab kami tinggal di daerah pegunungan. Pura umat Hindu terletak di atas pemukiman warga desa Kalibago. Sebelum kami sampai ke tujuan, kami menunggu Pak Kepala Dusun Kalibago yaitu Pak Suyahman yang selain pemuka agama Hindu beliau juga bersedia menjadi pemandu kami.
Dalam perjalan Pak Suyaman menjelaskan beberapa hal dalam tradisi kuningan antara lain: Kuningan biasa diadakan 210 hari sekali. Mereka, umat Hindu memiliki perhitungan yang lebih luas 1-10 yang antara lain dino limo dan dino pitu yaitu perhitungan pendak limo atau lima dimulai dari legi, pahing, pon, wage, kliwon dan dino pitu atau tujuh adalah Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu. Pak Suyaman begitu ramah dan dengan sabar menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari kami satu persatu.
Apabila beliau menjelaskan, beliau selalu menanyakan apakah kami sudah memahami ataukah belum. Agar kami tidak salah tafsir dan seterusnya. Setelah sampai di pintu gerbang depan kami duduk sebentar untuk mengambil gambar bersama-sama. Kami diberikan informasi oleh Pak Suyaman bahwa wanita yang sedang mengalami haid atau menstruasi tidak diperkenankan memasuki tiga gerbang yang merupakan tempat yang di sucikan dan merupakan tempat upacara yang utama dari beberapa dua tempat yang dibangun.
Di tempat tersebut memiliki tiga gerbang yang memiliki fungsi atau makna sendiri-sendiri. Tiga gerbang terrsebut menurut keterangan dari Pak Suyahman dinamakan dengan gerbang Koriagung atau lawang gedhe. Seseorang yang melewati dua diantara tiga gerbang yang disucikan ini seolah-olah memasuki kayangan yakni tempat suci para dewa.
Pada pintu gerbang yang utama, yang terletak ditengah-tengah merupakan gerbang terbesar diantara tiga gerbang yang ada. Di depan pintu tersebut terdapat dua raksasa yang berbentuk dua naga besar yang dinamakan Cingkorobolo dan Bolo Upoto. Mereka juga memiliki ciri khas seperti kain kotak hitam dan putih yang dinamakan Poleng. Disana juga terdapat sebuah bangunan yang dipakai sebagai balai pertemuan dan tempat para inventaris, mereka menyebutnya Sanggar.
Di dalam agama Hindu terdapat dua ajaran yang telah disampaikan oleh Pak Suyaman yakni:
- Patmasana atau pura yakni pusat untuk menyatukan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menstanakan atau melinggih atau tempat duduknya. Maksudnya menggambarkan Tuhan Yang Maha Esa, mempersilahkan Tuhan untuk duduk di singgasana yang telah disiapkan.
- Pangrurah yakni menstana para leluhur atau para dewa yang patungnya terletak disebelah kanan. Dewa bagi umat Hindu khususnya yang berada di Kalibago merupakan atau seolah-olah sama seperti malaikat yang merupakan perwujudan dari sinar sucinya Tuhan yang beraneka ragam.
Berikut adalah beberapa patung/Dewa yang berada di dalam Patmasana:
- Dewa Esworo (etan, putih)
- Dewa Brahma (selatan, merah)
- Dewa Mahadewa (barat, kuning)
- Dewa Wisnu (barat, kuning)
- Dewa Pancadewata (tengah, Poncowarno)
Didalam agama Hindu juga mengenal ajaran yang dinamakan dengan Ekoyekti Asmo Yutan bahwa Tuhan itu SATU, namun memiliki nama jutaan. Umat Hindu menurut peangakuan Pak Suyaman tidak semudah itu memasuki surga/kayangan seperti yang terdapat pada umat Islam. Pada agama Hindu setiap roh dari orang-orang yang meninggal harus melalui masa penyucian, dan bagi setiap roh akan mengalami masa penyucian selama 3, 7, 40, 100, 1000 dan pendak yang diadakan bagi setiap anggota keluarga yang masih hidup yang ingin dosa anggota keluargnya yang sudah meninggal agar diampuni dosa-dosanya oleh Sang Hyang Widi Wase roh tersebut biasa disebut Preta.
Setiap Preta akan memasuki surga yang diikuti oleh karmapalanya masing-masing yaitu amal kebaikan masing-masing individu. Nantinya setiap individu akan mengalami moksa yakni memasuki surga tempat para dewa bila amal kebaikannya melebihi kejahatannya. Bila kejahatannya lebih besar maka roh manusia tersebut tidak dapat Moksa dan karena itu dapat menyebabkan arwah/roh gentayangan.
Itu adalah sepenggal keterangan yang kami dapat selama mengikuti prosesi yang berjalan dari awal sampai akhir. Kami begitu antusias sebab agama Hindu sendiri merupakan agama budaya. Dan disini ada hal yang paling penting, walaupun agama Hindu begitu mengesankan, sebagai umat Muslim haruslah berpegang teguh pada keyakinannya seperti dalil yang mengatakan: “Agamaku adalah Agamaku dan Agamamu adalah Agamamu”. Tetapi memang untuk masyarakat yang terdapat disini masih perlu adanya pemahaman khususnya bagi muslim sebab di Kalibago sendiri masih terdapat kawin atau nikah campuran antara penduduk setempat yang berbeda agama, yang barangkali masih menjadi dakwah yang terus berkesinambungan dan berlanjut untuk seterusnya.